Jumat, 19 Desember 2014

MASALAH DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DAN PENYELESAIAN YANG DAPAT DIGUNAKAN DALAM PEMBUATAN SKRIPSI

TUGAS TERSTRUKTUR PENGGANTI UAS
MATA KULIAH DASAR-DASAR MIPA
MASALAH DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DAN PENYELESAIAN YANG DAPAT DIGUNAKAN DALAM PEMBUATAN SKRIPSI
Miskonsepsi dalam Pembelajaran Fisika dan Penyelesaian yang Tepat
Disusun Oleh : Puji Lestari (F03112068)
Mahasiswi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Tanjungpura

I.                   PENDAHULUAN
            Pada dasarnya, fisika adalah ilmu dasar, seperti halnya kimia, biologi, astronomi, dan geologi. Ilmu-ilmu dasar diperlukan dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan terapan dan teknik. Tanpa landasan ilmu dasar yang kuat, ilmu-ilmu terapan tidak dapat maju dengan pesat.
Teori fisika tidak hanya cukup dibaca, sebab teori fisika tidak sekedar hafalan saja, akan tetapi harus dibaca dan dipahami serta dipraktikkan, sehingga siswa mampu menjelaskan permasalahan yang ada. Berdasarkan Standar Isi Mata Pelajaran Fisika SMA/MA (Permekdiknas RI Nomor 22, 2006), disebutkan bahwa mata pelajaran fisika di SMA/MA bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut;
1.      Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.
2.      Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain.
3.      Mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrument percobaan, mengumpulkan, mengolah dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis.
4.      Mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan penyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
5.      Menguasai proses dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

II.                LATAR BELAKANG
Berdasarkan Standar Isi Mata Pelajaran Fisika, pembelajaran fisika seharusnya tidak hanya ditekankan pada kemampuan matematis saja, akan tetapi hendaknya diorientasikan pada pemahaman terhadap gejala fisis, sehingga akan lebih baik jika pembelajaran tersebut didasarkan pada pengalaman belajar. Oleh karena itu, pembelajaran akan lebih bermakna jika berdasarkan pada pengalaman belajar siswa secara langsung, sehingga pemahaman konsep siswa akan semakin meningkat.
Menurut Berg (1991: 1), pada pelajaran fisika,siswa tidak memasuki pelajaran dengan kepala kosong yang dapat diisi dengan pengetahuan fisika. Malah sebaliknya, kepala siswa sudah penuh dengan pengalaman dan pengetahuan yang berhubungan dengan pengetahuan fisika. Dengan pengalaman itu sudah terbentuk intuisi dan “teori siswa’’ mengenai peristiwa-peristiwa fisika dalam lingkungan sehari-hari manusia. Akan tetapi belum tentu intuisi yang terbentuk itu benar. Konsep awal atau intuisi yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah yang disepakati para ahli disebut miskonsepsi.
.Dari uraian ini dapat disimpulkan dalam pembelajaran siswa hanya ditekankan pada pemahaman metematis dan siswa kurang dilibatkan dalam pembelajaran. Aktivitas siswa yang kurang (diskusi, praktikum, membuktikan konsep) dalam kegiatan belajar mengajar menyebabkan siswa kurang memahami materi yang disampaikan secara optimal. Hal ini merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadi miskonsepsi pada siswa.
Setiap peserta didik memiliki prakonsepsi yang dibawa sebagai pengetahuan. Sejalan dengan perkembangan daya pikirnya, mereka mengembangkan prakonsepsi yang dimiliki, tetapi terkadang pengembangan konsep yang dilakukan bertentangan dengan konsep sebenarnya yang dikemukakan para ahli dan jika hal ini tidak diperbaiki akan menghasilkan miskonsepsi yang berlarut-larut. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Miskonsepsi dalam Pembelajaran Fisika dan Penyelesaian yang Tepat”.


III.             MASALAH
            Dari uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan suatu masalah yaitu: Apakah penyebab miskonsepsi pada siswa dan bagaimana metode yang tepat untuk mengatasi miskonsepsi tersebut.

IV.             ISI
Novak (1984 : 20) dalam Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika Arida Pratiwi, Wasis (2013) mendefinisikan miskonsepsi sebagai suatu interpretasi konsep-konsep dalam suatu pernyataan yang tidak dapat diterima. Suparno (1998 : 95) memandang miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat akan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda dan hubungan hierarkis konsep-konsep yang tidak benar. Dari pengertian di atas miskonsepsi dapat diartikan sebagai suatu konsepsi yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima oleh para ilmuan.
Miskonsepsi didefinisikan sebagai konsepsi siswa yang tidak cocok dengan konsepsi para ilmuan. Konsepsi tersebut sering dibangun berdasarkan akal sehat (common sense) atau dibangun secara intuitif dalam upaya memberi makna terhadap dunia pengalaman mereka sehari-hari. Miskonsepsi siswa mungkin pula diperoleh melalui proses pembelajaran pada jenjang pendidikan terdahulu.
Selain itu pembelajaran fisika di sekolah secara umum hanya menekankan pada pemahaman secara matematis saja, dan pembelajaran disampaikan dengan cara ceramah. Siswa jarang di ajak untuk  praktikum, serta tidak semua sekolah mempunyai peralatan yang lengkap. Padahal dengan praktikum siswa lebih terlibat sehingga hasilnya lebih mudah teringat daripada bahasa dalam buku atau penjelasan guru. Hal tersebut di atas yang menjadi penyebab siswa tidak memahami konsep dengan baik sehingga rentan mengalami miskonsepsi.
Dalam menangani miskonsepsi yang dimiliki siswa, kiranya perlu diketahui lebih dahulu konsep-konsep alternatif apa saja yang dimiliki siswa dan dari mana mereka mendapatkan itu. Dengan demikian kita dapat memikirkan bagaimana menanggulangi miskonsepsi dengan cara yang tepat, misalnya saja menurut para ahli, melalui peta konsep, tes essai, interview klinis dan diskusi kelas.
a. Peta Konsep (Concept Maps)
Novak (1985 : 94) mendefinisikan peta konsep sebagai suatu alat skematis untuk merepresentasikan suatu rangkaian konsep yang digambarkan dalam suatu kerangka proposisi. Peta itu mengungkapkan hubungan-hubungan yang berarti antara konsep-konsep dan menekankan gagasan-gagasan pokok. Miskonsepsi dapat diidentifikasi dengan melihat hubungan antara dua konsep apakah benar atau tidak. Biasanya miskonsepsi dapat dilihat dalam proposisi yang salah dan tidak adanya hubungan yang lengkap antar konsep. Pearsal (1996 : 199) menyatakan bahwa dengan peta konsep kita dapat melihat refleksi pengetahuan yang dimiliki siswa.
b. Tes Esai Tertulis
Guru dapat mempersiapkan suatu tes esai yang memuat beberapa konsep fisika yang memang mau diajarkan atau yang sudah diajarkan. Dari tes tersebut dapat diketahui salah pengertian yang dibawa siswa dan salah pengertian dalam bidang apa. Setelah ditemukan, beberapa siswa dapat diwawancarai untuk lebih mendalami mengapa mereka punya gagasan seperti itu. Dari wawancara itulah akan diketahui dari mana salah pengertian itu dibawa.
c. Interview klinis
Interview klinis dilakukan untuk melihat miskonsepsi pada siswa. Guru memilih beberapa konsep fisika yang diperkirakan sulit dimengerti siswa, atau beberapa konsep fisika yang esensial dari bahan yang akan diajarkan. Kemudian, siswa diajak untuk mengekspresikan gagasan mereka mengenai konsep-konsep di atas. Dari sini dapat dimengerti latar belakang munculnya miskonsepsi yang ada dan sekaligus ditanyakan dari mana mereka memperoleh miskonsepsi tersebut.
d. Diskusi dalam Kelas
Dalam kelas siswa diminta untuk mengungkapkan gagasan mereka tentang konsep yang sudah diajarkan atau yang mau diajarkan. Dari diskusi di kelas itu dapat dideteksi juga apakah gagasan/ide mereka tepat atau tidak (Harlen, 1992:176). Dari diskusi tersebut, guru atau seorang peneliti dapat mengerti konsep-konsep alternatif yang dipunyai siswa. Cara ini lebih cocok digunakan pada kelas yang besar dan juga sebagai penjajakan awal.
V.                METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kuantitatif dengan tujuan untuk mendeskripsikan profil konsepsi awal dan profil konsepsi siswa setelah mengikuti pembelajaran. Subyek penelitian adalah siswa SMA yang tengah mendapat materi pembelajaran sesuai dengan materi yang akan diteliti. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah tes diagnostik berbentuk tes konseptual berbentuk pilihan ganda yang diadaptasi dari tesis I Putu Eka W. (2003) dalam Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika Arida Pratiwi, Wasis (2013), dengan tambahan instrument alasan terbuka disertai Certainty of Response Index, lembar pengelolaan pembelajaran,dan angket respon siswa.
Langkah-langkah penelitian yang dilakukan pertama yaitu melakukan pembelajaran sesuai dengan pembelajaran yang biasa diterapkan di sekolah, kemudian memberikan tes diagnostik yang pertama. Selanjutnya memberikan pembelajaran dengan praktikum sederhana dan selama kegiatan belajar mengajar di kelas diamati oleh dua observer untuk mengamati pengengelolaan guru serta aktivitas siswa. Setelah itu, siswa diberi tes diagnostik yang kedua dan yang terakhir yaitu memberikan angket untuk mengetahui respon siswa. Data yang diperoleh dianalisis dengan teknik deskriptif kuantitatif.

DAFTAR REFERENSI
Wasis, Arida  Pratiwi. 2013.  Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika Vol. 02 No. 03 Tahun 2013. (online). (http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/inovasi-pendidikan-fisika/article/view/3654/baca-artikel/) diakses pada tanggal 13 Januari 2014.
Anonim. 2013. Miskonsepsi dalam Pembelajaran Fisika. (online). (http://fisikasma-online.blogspot.com/2010/03/miskonsepsi-dalam-pembelajaran-fisika.html) diakses pada tanggal 13 Januari 2014.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Siapa nama kamu?