TUGAS TERSTRUKTUR PENGGANTI UAS
MATA KULIAH DASAR-DASAR MIPA
MASALAH DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DAN PENYELESAIAN
YANG DAPAT DIGUNAKAN DALAM PEMBUATAN SKRIPSI
Miskonsepsi dalam Pembelajaran Fisika dan
Penyelesaian yang Tepat
Disusun Oleh : Puji Lestari (F03112068)
Mahasiswi Pendidikan Fisika FKIP Universitas
Tanjungpura
I.
PENDAHULUAN
Pada dasarnya, fisika adalah ilmu
dasar, seperti halnya kimia, biologi, astronomi, dan geologi. Ilmu-ilmu dasar
diperlukan dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan terapan dan teknik. Tanpa
landasan ilmu dasar yang kuat, ilmu-ilmu terapan tidak dapat maju dengan pesat.
Teori
fisika tidak hanya cukup dibaca, sebab teori fisika tidak sekedar hafalan saja,
akan tetapi harus dibaca dan dipahami serta dipraktikkan, sehingga siswa mampu
menjelaskan permasalahan yang ada. Berdasarkan Standar Isi Mata Pelajaran
Fisika SMA/MA (Permekdiknas RI Nomor 22, 2006), disebutkan bahwa mata pelajaran
fisika di SMA/MA bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai
berikut;
1. Membentuk
sikap positif terhadap fisika dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam
serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.
2. Memupuk
sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama
dengan orang lain.
3. Mengembangkan
pengalaman untuk dapat merumuskan, mengajukan dan menguji hipotesis melalui
percobaan, merancang dan merakit instrument percobaan, mengumpulkan, mengolah
dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan
tertulis.
4. Mengembangkan
kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan deduktif dengan
menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam
dan penyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
5. Menguasai
proses dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
II.
LATAR BELAKANG
Berdasarkan
Standar Isi Mata Pelajaran Fisika, pembelajaran fisika seharusnya tidak hanya
ditekankan pada kemampuan matematis saja, akan tetapi hendaknya diorientasikan
pada pemahaman terhadap gejala fisis, sehingga akan lebih baik jika
pembelajaran tersebut didasarkan pada pengalaman belajar. Oleh karena itu,
pembelajaran akan lebih bermakna jika berdasarkan pada pengalaman belajar siswa
secara langsung, sehingga pemahaman konsep siswa akan semakin meningkat.
Menurut
Berg (1991: 1), pada pelajaran fisika,siswa tidak memasuki pelajaran dengan
kepala kosong yang dapat diisi dengan pengetahuan fisika. Malah sebaliknya,
kepala siswa sudah penuh dengan pengalaman dan pengetahuan yang berhubungan
dengan pengetahuan fisika. Dengan pengalaman itu sudah terbentuk intuisi dan “teori
siswa’’ mengenai peristiwa-peristiwa fisika dalam lingkungan sehari-hari
manusia. Akan tetapi belum tentu intuisi yang terbentuk itu benar. Konsep awal
atau intuisi yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah yang disepakati para ahli disebut
miskonsepsi.
.Dari
uraian ini dapat disimpulkan dalam pembelajaran siswa hanya ditekankan pada
pemahaman metematis dan siswa kurang dilibatkan dalam pembelajaran. Aktivitas
siswa yang kurang (diskusi, praktikum, membuktikan konsep) dalam kegiatan
belajar mengajar menyebabkan siswa kurang memahami materi yang disampaikan
secara optimal. Hal ini merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan
terjadi miskonsepsi pada siswa.
Setiap
peserta didik memiliki prakonsepsi yang dibawa sebagai pengetahuan. Sejalan
dengan perkembangan daya pikirnya, mereka mengembangkan prakonsepsi yang
dimiliki, tetapi terkadang pengembangan konsep yang dilakukan bertentangan
dengan konsep sebenarnya yang dikemukakan para ahli dan jika hal ini tidak
diperbaiki akan menghasilkan miskonsepsi yang berlarut-larut. Oleh karena itu
penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Miskonsepsi dalam
Pembelajaran Fisika dan Penyelesaian yang Tepat”.
III.
MASALAH
Dari uraian latar belakang di atas,
dapat dirumuskan suatu masalah yaitu: Apakah penyebab miskonsepsi pada siswa
dan bagaimana metode yang tepat untuk mengatasi miskonsepsi tersebut.
IV.
ISI
Novak
(1984 : 20) dalam Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika Arida Pratiwi, Wasis (2013)
mendefinisikan miskonsepsi sebagai suatu interpretasi konsep-konsep dalam suatu
pernyataan yang tidak dapat diterima. Suparno (1998 : 95) memandang miskonsepsi
sebagai pengertian yang tidak akurat akan konsep, penggunaan konsep yang salah,
klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda dan
hubungan hierarkis konsep-konsep yang tidak benar. Dari pengertian di atas
miskonsepsi dapat diartikan sebagai suatu konsepsi yang tidak sesuai dengan
pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima oleh para ilmuan.
Miskonsepsi
didefinisikan sebagai konsepsi siswa yang tidak cocok dengan konsepsi para ilmuan.
Konsepsi tersebut sering dibangun berdasarkan akal sehat (common sense) atau dibangun secara intuitif dalam upaya memberi
makna terhadap dunia pengalaman mereka sehari-hari. Miskonsepsi siswa mungkin
pula diperoleh melalui proses pembelajaran pada jenjang pendidikan terdahulu.
Selain
itu pembelajaran fisika di sekolah secara umum hanya menekankan pada pemahaman secara
matematis saja, dan pembelajaran disampaikan dengan cara ceramah. Siswa jarang
di ajak untuk praktikum, serta tidak
semua sekolah mempunyai peralatan yang lengkap. Padahal dengan praktikum siswa
lebih terlibat sehingga hasilnya lebih mudah teringat daripada bahasa dalam
buku atau penjelasan guru. Hal tersebut di atas yang menjadi penyebab siswa tidak
memahami konsep dengan baik sehingga rentan mengalami miskonsepsi.
Dalam
menangani miskonsepsi yang dimiliki siswa, kiranya perlu diketahui lebih dahulu
konsep-konsep alternatif apa saja yang dimiliki siswa dan dari mana mereka
mendapatkan itu. Dengan demikian kita dapat memikirkan bagaimana menanggulangi miskonsepsi
dengan cara yang tepat, misalnya saja menurut para ahli, melalui peta konsep,
tes essai, interview klinis dan diskusi kelas.
a.
Peta Konsep (Concept Maps)
Novak
(1985 : 94) mendefinisikan peta konsep sebagai suatu alat skematis untuk
merepresentasikan suatu rangkaian konsep yang digambarkan dalam suatu kerangka
proposisi. Peta itu mengungkapkan hubungan-hubungan yang berarti antara
konsep-konsep dan menekankan gagasan-gagasan pokok. Miskonsepsi dapat
diidentifikasi dengan melihat hubungan antara dua konsep apakah benar atau
tidak. Biasanya miskonsepsi dapat dilihat dalam proposisi yang salah dan tidak
adanya hubungan yang lengkap antar konsep. Pearsal (1996 : 199) menyatakan
bahwa dengan peta konsep kita dapat melihat refleksi pengetahuan yang dimiliki
siswa.
b.
Tes Esai Tertulis
Guru
dapat mempersiapkan suatu tes esai yang memuat beberapa konsep fisika yang
memang mau diajarkan atau yang sudah diajarkan. Dari tes tersebut dapat
diketahui salah pengertian yang dibawa siswa dan salah pengertian dalam bidang
apa. Setelah ditemukan, beberapa siswa dapat diwawancarai untuk lebih mendalami
mengapa mereka punya gagasan seperti itu. Dari wawancara itulah akan diketahui
dari mana salah pengertian itu dibawa.
c.
Interview klinis
Interview
klinis dilakukan untuk melihat miskonsepsi pada siswa. Guru memilih beberapa
konsep fisika yang diperkirakan sulit dimengerti siswa, atau beberapa konsep
fisika yang esensial dari bahan yang akan diajarkan. Kemudian, siswa diajak
untuk mengekspresikan gagasan mereka mengenai konsep-konsep di atas. Dari sini
dapat dimengerti latar belakang munculnya miskonsepsi yang ada dan sekaligus
ditanyakan dari mana mereka memperoleh miskonsepsi tersebut.
d.
Diskusi dalam Kelas
Dalam
kelas siswa diminta untuk mengungkapkan gagasan mereka tentang konsep yang
sudah diajarkan atau yang mau diajarkan. Dari diskusi di kelas itu dapat
dideteksi juga apakah gagasan/ide mereka tepat atau tidak (Harlen, 1992:176).
Dari diskusi tersebut, guru atau seorang peneliti dapat mengerti konsep-konsep
alternatif yang dipunyai siswa. Cara ini lebih cocok digunakan pada kelas yang
besar dan juga sebagai penjajakan awal.
V.
METODE PENELITIAN
Jenis
penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kuantitatif dengan
tujuan untuk mendeskripsikan profil konsepsi awal dan profil konsepsi siswa
setelah mengikuti pembelajaran. Subyek penelitian adalah siswa SMA yang tengah
mendapat materi pembelajaran sesuai dengan materi yang akan diteliti. Instrumen
yang digunakan dalam penelitian adalah tes diagnostik berbentuk tes konseptual
berbentuk pilihan ganda yang diadaptasi dari tesis I Putu Eka W. (2003) dalam
Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika Arida Pratiwi, Wasis (2013), dengan tambahan
instrument alasan terbuka disertai Certainty
of Response Index, lembar pengelolaan pembelajaran,dan angket respon siswa.
Langkah-langkah
penelitian yang dilakukan pertama yaitu melakukan pembelajaran sesuai dengan
pembelajaran yang biasa diterapkan di sekolah, kemudian memberikan tes
diagnostik yang pertama. Selanjutnya memberikan pembelajaran dengan praktikum sederhana
dan selama kegiatan belajar mengajar di kelas diamati oleh dua observer untuk
mengamati pengengelolaan guru serta aktivitas siswa. Setelah itu, siswa diberi
tes diagnostik yang kedua dan yang terakhir yaitu memberikan angket untuk
mengetahui respon siswa. Data yang diperoleh dianalisis dengan teknik
deskriptif kuantitatif.
DAFTAR
REFERENSI
Wasis,
Arida Pratiwi. 2013. Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika Vol. 02 No.
03 Tahun 2013. (online). (http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/inovasi-pendidikan-fisika/article/view/3654/baca-artikel/)
diakses pada tanggal 13 Januari 2014.
Anonim.
2013. Miskonsepsi dalam Pembelajaran Fisika. (online). (http://fisikasma-online.blogspot.com/2010/03/miskonsepsi-dalam-pembelajaran-fisika.html)
diakses pada tanggal 13 Januari 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Siapa nama kamu?